1.1.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah setiap perubahan
nyata yang dapat diukur faktor iklimnya (seperti temperatur atau tingkat
penguapan) dalam setiap periode waktu (contohnya setiap satu dekade).
Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Musim kemarau
yang semakin panjang serta musim penghujan yang relative pendek dengan
itensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim.
Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti
kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih,
pemanasan muka laut serata banjir dan longsor. Dampak dari perubahan iklim akan
sangat dirasakan Negara berkembang yang paling menderita karena tidak mampu
membangun struktur untuk beradaptasi, walaupun Negara maju juga merasakan
dampak perubahan iklim.
1.2. Penebab Perubahan Iklim
Ketika bumi menerima panas dari matahari,
secara alami sebagian panas akan terperangkap di atmosfir akibat adanya
beberapa jenis gas. Gas-gas yang menangkap panas tersebut dikenal sebagai gas
rumah kaca (GRK) karena cara kerjanya mirip rumah kaca (greenhouse), dimana
suhu di dalamnya diatur agar cukup hangat sehingga tanaman dapat tumbuh.
Terperangkap panas oleh gas-gas di atmosfir dikenal istilah ‘efek rumah kaca’.
Sebenarnya efek rumah kaca diperlukan agar
permukaan bumi cukup hangat untuk didiami. Sayangnya, aktivitas manusia membuat
kosentrasi GRK semakin tinggi dan menyebabkan suhu permukaan bumi semakin panas
sehingga terjadinya perubhan iklim. Emisi (gas yang dikeluarkan) dari
pembangkit listrik dan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil
seperti minyak bumi dan batu bara, merupakan sumber utama karbondioksida (CO2).
Gas ini merupakan GRK yang memiliki pengaruh yang cukup terbesar terhadap
terjadinya perubahan iklim. Karbondioksida juga terkandung dalam jumlah besar
pada pohon sehingga kebakaran dan penebangan hutan menyebabkan meningkatnya
kosentrasi GRK. Panas matahari yang jatuh ke permukaan bumi sebagian dilepaskan
kembali ke udara di atas permukaan tersebut. Artinya makin banyak panas yang
jatuh maka makin banyak pula panas yang dilepaskan sehingga suhu udara di
tempat tersebut pun menjadi bertambah pula. Ada 6 jenis GRK penting yang
menyumbang terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yaitu CO2
(karbondioksida penyumbang terbesar pemanasan global), N2O (nitrogen oksida),
CH4 (metan), HFCs (hydrofluorocarbons), PFCs (perfluorocarbons), dan SF6
(sulphur hexafluorida). Pemakaian pupuk buatan pada pertaniaan menghasilkan
N2O.
selain itu, pembusukan pakan
ternak, kotoran hewan, dan sampah organik akan melepas gas metana (CH4). Proses
serupa terjadi pada tanah tergenang air seperti daerah rawa dan persawahan.
Hal-hal tersebut menunjukan bahwa peternakan, sawah, dan tempat pembuangan sampah
ikut meningkatkan GRK. Beberapa kegiatan lain menghasilkan GRK yang menyerap
panas dengan kekuatan sangat tinggi walaupun kosentrasinya sangat rendah.
Penggunaan beberapa jenis gas untuk Freon AC dan campuran produk kaleng semprot
serta proses produksi beberapa industri, terutama peralatan listrik, juga
menghasilkan GRK. Fakta menunjukan bahwa industri di Negara maju telah
menyumbang emisi GRK sebesar 70%, yang berasal dari sektor energy,
transportasi, industri, bangunan dan energi lainnya. Sedangkan emesi yang
dihasilkan Negara berkembang hanya 30%. Ini lebih banyak berasal dari sektor
non-energi seperti sampah, pertanian dan penggunaan lahan, termasuk penebangan
hutan.
1.3.
Sektor-sektor yang menyumbangkan emisi GRK
Sektor yang menyumbangkan emisi
(pembuangan) GRK terbesar 70%, yang berasal dari sektor energi : 25.9 % (energi
yang menggunakan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan lain-lain.).
kemudian disusul dengan sektor industri : 19.14 %. Berikutnya adalah sektor
kehutanan : 17.4 %, sektor pertanian sebesar 13.5 %, sektor transportasi : 13.1
%, kegiatan pemukiman : 7.9 % dan terakhir limbah sebesar 2.8 %. Sektor
kehutanan merupakan salah satu sumber pengemisi Gas Rumah Kaca yang cukup besar
yaitu menyumbang 17-25 % dari emisi Gas Rumah Kaca global. Sekitar 75 % dari
emisi ini berasal dari Negara tropis dan umumnya merupakan hasil dari konversi
hutan ke pegunungan lain (deforestasi) dan degradasi hutan. Akan tetapi, keberadaan hutan dalam konteks
perubahan iklim global dapat berperan baik sebagai penyerap dan penyimpan
karbon (carbon sink) maupun sebagai sumber emisi. Mengenai hal ini akan
dijelaskan lebih lanjut di halaman-halaman berikutnya.
1.4. Dampak Perubahan iklim pada Kehidupan
dimasa mendatang
Dampak perubahan iklim akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
contohnya antara lain :
1. Perubahan
iklim dan cuaca akibat peningkatan suhu sejak tahun 1990, suhu rata-rata
tahunan meningkat sekitar 0.3 derajat celcius. Akibatnya adalah peningkatan
itensitas curah hujan, yang sudah tentu meningkatkan resiko banjir secara
signifikan, kenaikan permukaan air laut, yang akan menggenangi daerah produktif
pantai. Mempengaruhi pertanian dan penghidupan pantai termasuk pertambakan ikan
dan udang, produksi padi dan jagung.
2. Ancaman
terhadap keamanan pangan sebagai akibat perubahan iklim pada bidang pertanian.
3. Pengaruh
terhadap kesehatan manusia, merebaknya penyakit yang berkembang biak lewat air
dan vector seperti malaria dan deman
berdarah.
4. Menurunya
qualitas dan quantitas air, jumlah persedian air akan berkurang akibat musim
kering berkepanjangan, yang akan berpengaruh terhadap produksi pertanian.
5. Berkurangnya
keanekaragaman hayati karena diperkirakan 20-30% jenis-jenis tanaman dan hewan
akan langka karna dampak kenaikan temperature global
1.5. Peranan hutan sebagai
penyimpan dan pengemisi GRK
Emisi GRK yang terjadi
di sektor kehutanan di Indonesia bersumber dari deforestasi (konversi hutan
untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, permukiman, pertambangan
prasarana wilayah) dan degradasi (penurunan kualitas hutan) akibat illegal
logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah dan perambahan.
Semuntara itu, vegetasi dan tanah
menyimpan kurang lebih 7.500 Gt CO2 (> 2 x CO2 di atmosfir). Hutan menyimpan
– 4.500 CO2 (> CO2 di atmosfir). Deforestasi mengemisi sekitar 8 Gt CO2 per
tahun (WRI, 2002). Apabila diforestasi merupakan 17-18 % dari masalah (emisi
GRK), maka bila kita melakukan pencegahan atau pengurangan deforestasi dapat menjadi 17-18 % dari solusi
pula ini juga jadi peluang REDD (peluang mendapatkan dana dari skema Reduce Emission
from deforestation and forest degradation).