Dalam beberapa dasawarsa terakhir,
Indonesia dikenal memiliki angka tinggi dalam hal deforestasi, pembalakan liar, kebakaran
hutan, dan konversi lahan gambut. Semua
ini menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tinggi. Angka emisi yang tepat tidak pasti dan masih
diperdebatkan karena banyaknya faktor yang harus diukur atau diperkirakan untuk
mengembangkan angka estimasi emisi yang tepat (misalnya, waktu/tingkat
keparahan kebakaran, kedalaman/penurunan permukaan gambut, deforestasi atau
degradasi, persediaan karbon dari jenis hutan yang berbeda-beda).
Estimasi mengenai emisi GRK dari hutan
Indonesia menjadi pusat perhatian kembali
dalam konteks perdebatan mengenai perubahan iklim global. Tetapi,
manajemen dan tata kelola kehutanan yang berkelanjutan telah lama menjadi
perhatian di Indonesia, demikian halnya laju konversi hutan dan lahan gambut
menjadi perkebunan dan untuk penggunaan yang lain. Isuisu ini sudah lama
menjadi pokok kajian-kajian dan debat bertahun-tahun lamanya (lihat Bank Dunia
et al., 2006 untuk tinjauan umum dari isu-isu sektor kehutanan).
Perubahan iklim dan fokus pada emisi
karbon memberi alasan lain untuk meningkatkan perhatian terhadap kebijakan dan
manajemen isu-isu tersebut, khususnya karena isu-isu tersebut memiliki potensi
untuk membuka peluang sampai US$1 milyar
dalam bentuk pembayaran untuk pelestarian hutan yang tersisa. Emisi GRK hanya merupakan salah satu
indikator dari isu-isu mendasar dari manajemen kehutanan yang perlu diperbaiki
untuk meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan proyeksi lingkungan
hidup, sebagaimana dicerminkan dalam fokus pembangunan nasional tentang “prorakyat miskin, pro-pekerjaan,
pro-pertumbuhan.”
Belum lama ini, data dan analisis
(dikutip dalam Dephut, 2008) menunjukkan penurunan dalam laju deforestasi.
Gambar 3.9 membandingkan rata-rata kawasan yang mengalami deforestasi selama
periode yang berbeda-beda, berdasarkan waktu informasi satelit dikumpulkan oleh
berbagai organisasi yang berbeda.
Periode yang terkini, sejak tahun 2000, menunjukkan indikasi yang jelas
bahwa deforestasi mengalami penurunan. Laju saat ini mungkin hanya sepertiga
dari laju rata-rata yang diperkirakan pada tahun 1990-an.
Data ini dari analisis hasil pemetaan
(lihat juga gambar di bawah) yang dikembangkan dengan menggunakan citra yang
lebih canggih dan rinci dari sistem satelit yang baru (Hansen et al., 2007). Hasil-hasil ini bergantung pada defi nisi
hutan dan interpretasi tutupan lahan, tetapi ada indikasi yang jelas bahwa
deforestasi mulai menurun dalam tahun-tahun belakangan ini. Selama periode
krisis moneter dan desentralisasi (1997-2000) di Indonesia, kebanyakan analis
percaya bahwa deforestasi sedang meningkat (Bank Dunia et al., 2006). Data ini
menunjukkan hal yang sama dengan pendapat tersebut, tetapi juga menunjukkan
bahwa pada tahun-tahun belakangan ini, laju deforestasi mungkin hanya sepertiga
atau kurang dari laju rata-rata pada akhir tahun 1990-an.